Jeruk
keprok selayar merupakan salah satu komoditas sumber pendapatan petani pada
tiga kecamatan di Kabupaten Selayar. Teknologi budi daya yang berkembang di
tingkat petani masih bertumpu pada sumber daya setempat sehingga diperlukan
perbaikan/introduksi teknologi untuk memperoleh hasil yang optimal. Gangguan
hama/penyakit yang berbahaya merupakan ancaman bagi keberlanjutan pertanaman
jeruk di daerah tersebut. Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mempertahankan
kelestarian jeruk keprok selayar meliputi pengawasan secara ketat dan
berkesinambungan terhadap bahan tanam jeruk yang masuk dari luar daerah,
pengadaan bibit sehat setempat, eradikasi terhadap tanaman yang memperlihatkan gejala
terserang penyakit yang berbahaya seperti CVPD serta pemantauan dan
pengendalian vektornya, perakitan teknologi spesifik lokasi, pembangunan kebun
plasma nutfah di luar Kabupaten Selayar, dan budi daya jeruk sehat.
Kepulauan
Selayar adalah sebuah kepulauan yang terpisah dari daratan Sulawesi dengan luas
sekitar 2.000 km2 yang membentang dari utara ke selatan. Bagian
pantai barat dan utara dari kepulauan ini berupa bebatuan yang cadas dan
terjal, sementara pantai timur dan sebagian pantai selatan berupa pantai yang landai
dan berupa area hutan produksi serta perkebunan rakyat.
Kekhasan
pulau ini diperkirakan menyimpan berbagai macam fauna endemik dan menarik,
serta macam-macam flora (buah-buahan) yang dilestarikan dengan baik oleh
pemerintah setempat, yang juga menjadi ikon Kepulauan Selayar. Salah satu jenis
buah-buahan yang dilestarikan dan dijaga dengan baik oleh petani serta
pemerintah setempat adalah buah jeruk, yang lebih dikenal dengan sebutan ‘jeruk
keprok’.
Pembudidayaan jeruk keprok ini tersebar di
daratan Kepulauan Selayar terutama di
Kecamatan Bontoharu, Bontomatene, dan Bontosikuyu. Oleh karena itu, pemerintah
daerah setempat menetapkan jeruk sebagai salah satu komoditas andalan dan
dikembangkan dalam skala agribisnis (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten
Selayar, 1996).
Jika jeruk
Malangke yang terkenal manis itu dalam setahun dapat berbuah dua kali namun
jeruk keprok Selayar ini hanya sekali. Tapi mengenai aroma, jeruk Selayar tidak
boleh dipandang sebelah mata. Mesti dua mata.
Jeruk Selayar telah menjadi buah bibir sejak dahulu. Warnanya
yang cerah, segar dengan ukuran yang relatif besar terlihat sebagai jeruk asli,
jeruknya jeruk dengan cita rasa menawan. Jeruk Malangke lazim disuguhkan di
café ala jus maka jeruk Selayar, indah ditata atau dicicipi di meja
layaknya makanan para raja atau penguasa tempo dulu. Isinya yang padat, bening
dengan rasa manis optimum membuatnya layak dikenang dan diceritakan. Aromanya
yang khas layak disandingkan dengan jeruk sunkist dari benua
seberang. Atau bahkan lebih tinggi derajatnya.
AGROEKOLOGI
PERTANAMAN JERUK DI KABUPATEN SELAYAR
Kabupaten Selayar
merupakan daerah kepulauan dengan luas wilayah 903,35 km². Menurut laporan
Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Selayar (1998),
terdapat lima jenis tanah di daerah ini, yaitu Litosol, Regosol Kelabu,
Kompleks Rensina dan Regosol, Mediteran Cokelat dan Merah, dan Latosol. Daerah
terletak pada ketinggian tempat 0–600 m dari permukaan laut,
dengan topografi datar sampai bergelombang. Pada lahan yang baru ditanami
jeruk, kesuburan tanah tergolong cukup baik.
Rata-rata curah
hujan selama 10 tahun (1989−1998) tercatat 1.255 mm/ tahun dengan 80
hari hujan. Musim hujan jatuh pada bulan November-Maret dan musim kemarau
pada bulan April-Oktober. Iklim dengan musim kering yang jelas pada bulan-bulan
Juli hingga Oktober setiap tahun merupakan kondisi yang ideal untuk pertumbuhan
tanaman jeruk keprok (Erickson 1968; Sunarjono 1990). Tanaman umumnya berbunga
pada bulan Desember-Januari dan musim panen jatuh pada bulan Juli-Agustus. Pertanaman
jeruk di Kabupaten Selayar terdapat pada lima kecamatan, yaitu: Bontomatene,
Bontosikuyu, Bontoharu,Pasimasunggu, dan Pasimarannu. Pertanaman yang terluas
terdapat di Kecamatan Bontomatene, kemudian disusul oleh Kecamatan Bontosikuyu
dan Bontoharu (Tabel 2). Setiap petani memiliki pertanaman jeruk 0,50–1 ha atau
200–400 pohon per kepala keluarga (KK).
Menurut
petugas pertanian dan masyarakat setempat, buah jeruk dengan mutu terbaik
dihasilkan di Kelurahan Batang Mata dan Batang Matasapo. Pertanaman jeruk di
daerah ini terletak pada ketinggian 50–200 m dari permukaan laut dengan keadaan
tanah berbatu karang.
Menurut
pengalaman petani, jeruk sangat baik tumbuhnya pada tanah yang demikian.
Berdasarkan ketersediaan dan kesesuaian lahan untuk tanaman jeruk keprok
selayar, terdapat sekitar 6.750 ha lahan yang potensial untuk pengembangan
jeruk keprok selayar (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Selayar 1996).
Melalui proyek pengembangan agribisnis hortikultura, telah dikembangkan jeruk
keprok selayar seluas 500 ha sampai musim tanam tahun 1999/2000. Dengan adanya
pengembangan tersebut, luas pertanaman mencapai 800 ha atau 320.000 pohon.
INDIGENOUS
TEKNOLOGI
Informasi
mengenai teknologi suatu komoditas yang
berkembang di suatu daerah sangat penting artinya dalam perakitan teknologi
spesifik lokasi, karena teknologi yang ada di masyarakat umumnya sudah
menggambarkan berbagai faktor yang mempengaruhi penerapan teknologi tersebut.
Pemahaman
yang benar tentang masalah yang ada di tingkat petani akan memudahkan bagi
perakit teknologi untuk memodifikasi atau memperbaiki teknologi yang ada
sehingga lebih mudah diterima petani. Hal ini karena adopsi suatu teknologi bergantung
kepada banyak faktor yang berhubungan dengan lingkungan permasalahan petani,
kondisi sosial ekonomi dan pengetahuan petani, kebijakan dan keterbatasan dalam
tindakan operasional, serta keterbatasan pada teknologi yang baru (Oka et
al. 1993).
Pada
umumnya (51,98%) petani jeruk di Kabupaten Selayar memperoleh pengetahuan budi daya jeruk secara turun
temurun dengan alasan sangat menguntungkan (46,11%) dan hanya 1,91% petani yang
ikut-ikutan. Rata-rata petani telah berpengalaman selama 15 tahun dalam
berusaha tani jeruk. Setiap petani rata-rata memiliki 200−400 pohon. Sebagian petani membagi lahannya
menjadi dua bagian, yaitu 0,50 ha untuk tanaman jambu mete dan 0,50 ha untuk
jeruk keprok (Taufik et al. 2000).
Pada dasarnya
petani menyadari bahwa banyaknya tanaman jeruk yang mati disebabkan oleh
kurangnya pemeliharaan terutama pengendalian hama dan penyakit. Namun karena terbatasnya
pengetahuan, pengendalian hama/penyakit masih dilakukan secara tradisional.
Meskipun demikian, pola usaha tani yang berkembang sudah mengarah kepada usaha
tani komersial karena sebagian besar buah jeruk dijual. Berikut ini diuraikan
cara-cara budi daya jeruk yang dilakukan oleh petani di Selayar.
1.
Bahan
Tanam
Petani jeruk di
Kabupaten Selayar menanam jeruk dari biji, karena tanaman yang berasal dari
biji tumbuh lebih tinggi dan percabangannya banyak, sehingga buah yang
dihasilkan pada fase generative juga banyak, sekitar 500–1.000 buah/pohon pada umur 8–12 tahun. Bibit jeruk yang
berasal dari biji juga berumur panjang (20−30 tahun) dengan produktivitas tanaman yang
stabil. Namun, tanaman baru mulai berbuah pada umur 6–8 tahun dan pada tahun
pertama berbuah, hanya 40–50% dari populasi tanaman yang ada. Penyakit busuk
pangkal akar yang disebabkan oleh Phytophthora sp. Juga merupakan salah satu kendala
pengembangan jeruk keprok selayar dari biji. Untuk mengatasi masalah tersebut
telah dikembangkan jeruk keprok selayar dengan batang bawah Japansche citroen (JC) seluas 500 ha. Namun, teknologi ini
belum sepenuhnya dapat diterima petani, karena kemungkinan buah yang dihasilkan
akan menjadi asam atau bibit JC tersebut terkontaminasi oleh organisme
pengganggu tanaman.
Para penangkar
benih hortikultura diharapkan dapat mempercepat sosialisasi penggunaan bibit
jeruk hasil sambungan/okulasi dengan menggunakan batang bawah local atau JC.
Batang bawah yang digunakan berasal dari Pulau Jawa yang merupakan daerah
endemik. Oleh karena itu, indeksing perlu dilakukan untuk memastikan bahwa
benih/bibit jeruk tersebut bebas dari hama/penyakit yang berbahaya.
2.
Sanitasi
Kebun
Sanitasi kebun
merupakan salah satu kunci yang menentukan keberhasilan budi daya jeruk. Namun,
umumnya petani kurang memperhatikan hal ini. Pembuangan tanaman pengganggu
hanya dilakukan saat tanaman berbunga atau menjelang panen. Akibatnya, berbagai
macam gulma tumbuh di kebun jeruk yang dapat menjadi faktor pendorong
berkembangnya berbagai macam organisme pengganggu tanaman. Pengusahaan tanaman
sela dengan pola yang teratur di antara tanaman jeruk dapat menjadi alternatif
pemecahan masalah ini.
3.
Pemupukan
Pemupukan
dengan menggunakan kotoran ternak umumnya hanya dilakukan untuk tanaman muda
(umur 1-3 tahun) dengan
takaran disesuaikan persediaan. Tanaman dewasa (berumur lebih dari 3 tahun)
tidak dipupuk. Di Kelurahan Batang Mata dan Batang Matasapo, petani umumnya
menambatkan ternaknya pada pohon jeruk dan dipindahkan secara bergilir dari
pohon yang satu ke pohon yang lain dengan lama penambatan pada setiap pohon + 5
hari.
Dengan
cara ini tanaman dapat tumbuh subur karena adanya kotoran ternak tanpa biaya dan
kerja tambahan. Namun, cara ini dapat menimbulkan luka pada batang karena
terjadinya gesekan antara tali dan batang. Luka tersebut dapat menjadi tempat
masuk dan berkembangnya penyakit blendok dan busa. Cara ini juga menyebabkan
terjadinya pemadatan tanah sehingga sukar ditembus akar.
Taufik
et
al. (2000)
menyatakan bahwa takaran pupuk untuk tanaman jeruk keprok selayar umur satu
tahun dengan batang bawah JC adalah 150 g urea + 40 g SP36 + 30 g KCl per pohon
per tahun. Penggunaan pupuk mikro melalui daun dapat membantu mengatasi
berbagai gejala kekahatan unsur mikro terutama Zn dan Cu.
4.
Pengendalian
Hama dan Penyakit
Serangan organisme
pengganggu tanaman yang cukup tinggi terhadap pertanaman jeruk keprok selayar
merupakan salah satu alasan utama bagi sebagian petani untuk mengganti tanaman
jeruk dengan tanaman lain terutama jambu mete. Penyakit utama yang dikeluhkan
oleh petani adalah penyakit busa dan blendok. Tanaman yang terserang penyakit
ini akan mengalami mati ranting secara bertahap
dan akhirnya mati. Luas serangan penyakit blendok dan busa mencapai 60−100% (Tabel 3). Penggunaan fungisidadan
insektisida belum dikenal oleh petani.
5. Pemangkasan
Pemangkasan
dilakukan secara berkala dengan membuang cabang-cabang yang mati dan wiwilan.
Pemangkasan bentuk dan perangsangan pembentukan buah belum dilakukan, sehingga
tajuk tanaman sangat lebat dan percabangannya tidak teratur. Kondisi ini dapat
mendorong berkembangnya berbagai organisme pengganggu tanaman dan menyulitkan
pemeliharaan tanaman. Pembinaan petani melalui penyuluhan atau studi banding ke
daerah pertanaman jeruk yang baik dapat membantu mempercepat sosialisasi
teknologi pemangkasan, karena petani masih menganggap bahwa pemangkasan akan
mengurangi produktivitas tanaman atau menyebabkan tanaman tidak berbuah sama
sekali.
6.
Pola
Tanam dan Konservasi Tanah
Konservasi tanah
perlu mendapat perhatian dalam pengembangan jeruk keprok selayar, karena areal
pengembangan umumnya berupa lahan berbukitbukit dengan jenis tanah yang peka
terhadap erosi. Beberapa kebun bahkan sudah tererosi berat (solum tanah hanya
tertinggal 5−10
cm) dan sebagian ditumbuhi alang-alang. Pada kondisi yang demikian, petani
tidak lagi memelihara tanaman jeruk dan menggantinya dengan jambu mete.
Pola pertanaman
lorong merupakan salah satu alternatif untuk mengatasi hal tersebut. Pola ini
memasukkan tanaman pagar yang dapat berfungsi sebagai pupuk hijau atau menjadi
pakan ternak mengingat sebagian besar petani memiliki ternak seperti kambing,
sapi atau kuda. Tanaman sela yang dianjurkan seperti kacang hijau dan jagung
umumnya sudah populer di kalangan petani. Penggunaan sisa sisa tanaman sebagai mulsa
dapat dilakukan untukmengatasi ancaman kekeringan pada musim kemarau. Petani
biasanya menumpuk sisa-sisa tanaman di bawah pohon, sehingga berpeluang menjadi
sarang rayap. Untuk mengatasi masalah ini, jarak antara mulsa dan batang
tanaman perlu diperlebar.
STRATEGI
PELESTARIAN JERUK SELAYAR
Rehabilitasi jeruk
keprok di Sulawesi Selatan telah dimulai pada tahun 1997 melalui proyek agribisnis
hortikultura seluas 1.500 ha dan berakhir tahun 2000. Rehabilitasi dilakukan di
tiga kabupaten yaitu Bantaeng, Bulukumba, dan Selayar masing-masing seluas 500
ha. Di daerah tersebut, sebagian petani menggantungkan hidupnya dari usaha tani
jeruk, sehingga rehabilitasi tanaman perlu dilakukan untuk mempertahankan
kesinambungan produksi jeruk. Upaya-upaya yang dapat ditempuh untuk
melestarikan jeruk keprok selayar dapat berupa upaya jangka pendek dan jangka
panjang.
Upaya jangka pendek
meliputi pengawasan secara ketat terhadap bibit jeruk dari luar daerah atau pelarangan
memasukkan bibit dari daerah lain, pengadaan bibit setempat, eradikasi terhadap
tanaman yang terserang CVPD, serta perakitan teknologi spesifik lokasi khususnya
teknologi pengendalian penyakit blendok dan busa.
Upaya jangka
panjang berupa pembuatan kebun plasma nuftah dan budi daya jeruk sehat. Pengendalian
penyakit dengan target mengembalikan posisi Selayar sebagai sentra jeruk di
Indonesia telah diprogramkan melalui penggunaan bibit jeruk bebas penyakit,
pengendalian terpadu serangga vektor D. citri, serta
memfungsikan system alur dan mekanisme penyebaran bibit jeruk bebas penyakit
(Winarno 1998).
·
Pengawasan
Benih/Bahan Tanam
Kabupaten Selayar
merupakan daerah kepulauan yang terpisah oleh laut dari kabupaten lainnya di
Sulawesi Selatan. Pengawasan benih secara ketat di pelabuhan merupakan salah
satu upaya untuk mencegah masuknya hama atau vektor penyakit yang hingga kini
masih sulit dikendalikan.
Kebijakan
pemerintah daerah yang melarang masuknya bibit jeruk dari luar Kabupaten
Selayar merupakan upaya terbaik untuk melindungi pertanaman jeruk keprok
selayar dari hama atau penyakit yang berbahaya. Pengalaman menunjukkan bahwa masuknya
bibit jeruk dari daerah endemic telah menghancurkan pertanaman jeruk di
beberapa lokasi yang pernah menjadi sentra produksi jeruk di Sulawesi Selatan seperti
Sidrap. Masuknya bibit tersebut agak sulit dideteksi oleh petugas karantina karena
menggunakan kemasan yang isinya seolah-olah bukan tanaman. Oleh karena itu, di
samping pengawasan juga perlu dilakukan penyuluhan untuk mengingatkan masyarakat
agar menggunakan bibit jeruk bebas penyakit.
·
Pengadaan
Bibit Setempat
Usaha-usaha untuk
mendapatkan jeruk yang toleran terhadap CVPD terus dilakukan, namun hingga kini
baru jeruk nambangan yang diketahui toleran terhadap penyakit CVPD, dan jeruk
konde Purworejo agak toleran (Dwiastuti 2000). Oleh karena itu, pengadaan bibit dengan menggunakan
jenis jeruk setempat merupakan alternatif yang perlu dipertimbangkan dalam
mengembangkan jeruk keprok selayar.
Menurut Tantra (1983), introduksi tumbuhan
asli (lokal) ke dalam program penangkaran merupakan tindakan yang rasional. Hal
ini memungkinkan pengkombinasian antara varietas asli lokal yang telah beradaptasi
dengan lingkungan dengan varietas-varietas baru hasil persilangan yang
mempunyai potensi produktif. Teknologi pembibitan jeruk bebas penyakit telah
banyak didokumentasikan, seperti media yang cocok (Supriyanto et al. 1994),
perendaman mata tempel ke dalam larutan penisilin (Roesmiyanto et al. 2000),
dan penyambungan tunas pucuk secara in vitro (Navarro
et al. 1974).
Menurut Hardiyanto et al. (2000), penerapan teknologi rekomendasi
pembibitan jeruk bebas penyakit dapat mempercepat masa penyambungan 2−2,50 bulan dengan
pertumbuhan bibit yang lebih baik dibandingkan dengan cara petani. Tanaman
jeruk yang akan dijadikan tetua atau pohon induk, baik untuk batang atas maupun
batang bawah, harus diindeksing untuk memastikan bahwa jeruk tersebut tidak
terserang penyakit terutama CVPD.
Hingga kini, mata temple
jeruk keprok selayar yang sehat baru dapat diperoleh dari blok fondasi yang terletak
di Kota Makassar (ditempuh 10− 12 jam dengan perjalanan darat). Blok fondasi
tersebut memasok kebutuhan mata tempel untuk blok perbanyakan mata tempel
(BPMT) di Sulawesi Selatan.
Oleh karena itu,
perlu dipertimbangkan untuk membangun satu blok fondasi di Kabupaten Selayar. Pohon induk untuk blok fondasi
diambil dari jeruk yang sehat, kemudian diperbanyak melalui teknik penyambungan
tunas pucuk secara invitro
yang terbukti dapat membebaskan jeruk dari
penyakit yang berbahaya (Navarro et al. 1974).
Blok fondasi tersebut akan memasok kebutuhan mata temple BPMT yang selanjutnya
menjadi sumber mata tempel untuk penangkar benih. Blok fondasi diusahakan
terisolir dari pertanaman jeruk. Pengelolaannya dapat dilakukan oleh pemerintah
daerah atau swasta. Pohon induk di blok fondasi dipantau secara berkala melalui
indeksing dan dievaluasi keragamannya. Jika dijumpai pohon induk yang
terinfeksi atau menyimpang dari sifat induknya, maka tanaman tersebut diganti
dengan bibit yang baru.
Pembangunan kebun
yang secara khusus menghasilkan benih batang bawah juga perlu dipikirkan. Pada
tahap awal, bibit untuk kebun tersebut dapat diambil dari luar daerah atau dari
pertanaman setempat yang telah dinyatakan bebas dari penyakit yang berbahaya
seperti tristeza dan CVPD. Untuk menjamin agar bibit yang dihasilkan oleh
penangkar benih benarbenar sehat maka pengawasan dan sertifikasi benih
diberlakukan sesuai dengan kaidah-kaidah atau aturan dalam menghasilkan bibit
sehat dan unggul.
Namun demikian,
perlu disadari bahwa pemakaian bibit bebas virus hanya merupakan pemecahan
sementara, karena akan menghadapi masalah infeksi ulang di lapang dan akumulasi
patogen pada bahan tanaman vegetatif serta penyebaran tidak sengaja melalui
bibit vegetatif yang dipakai (Sudarsono 1995). Pengalaman pada padi menunjukkan
bahwa petani sering mengeluh atas hasil dan kualitas benih bersertifikat, karena
hasil benih bersertifikat tidak lebih baik dari yang tidak bersertifikat
(Nugraha 2000).
·
Eradikasi
Tanaman yang
terserang penyakit CVPD harus dimusnahkan agar penyebaran penyakit tidak
meluas. Dalam hal ini diperlukan sosialisasi kepada petani sehingga mereka
secara sukarela memusnahkan tanaman jeruk yang terserang CVPD. Pengalaman di
beberapa daerah menunjukkan bahwa petani tidak bersedia memusnahkan tanamannya
meskipun terserang penyakit yang berbahaya tersebut.
Eradikasi harus
diikuti pemantauan dan pengendalian secara berkesinambungan terhadap vektor
CVPD. Menurut Tirtawidjaja (1983), eradikasi total dan adanya tenggang waktu
paling sedikit satu tahun setelah pohon terakhir dibongkar, sebelum dilakukan
penanaman kembali, merupakan salah satu cara penanggulangan CVPD. Sikap mental masyarakat
sangat berpengaruh terhadap keberhasilan eradikasi. Eradikasi tidak hanya ditujukan kepada jeruk yang sakit, tetapi
juga terhadap tanaman lain yang menjadi inang D. citri seperti
kemuning (Murraya
penniculata),
tapak dara (Vincarosea), dan litsea (Litsea sinensis) untuk menghilangkan sumber inokulum.
·
Pembinaan Penangkar Benih Dan Penyuluh
Pelatihan dan
bimbingan kepada penangkar benih perlu dilakukan agar mereka dapat membantu
menyosialisasikan penggunaanbibit jeruk sehat kepada petani. Triwiatno et al. (1995) melaporkan bahwa bibit jeruk bebas
penyakit yang berasal dari penyambungan tunas pucuk dan penggandaan mata
tempelnya ditangani oleh penangkar bibit yang terbina baik, terbukti bebas CVPD
dan CTV, sedang yang ditangani oleh penangkar bibit yang kurang terbina telah
ada indikasi tercemar CTV.
Peningkatan
kemampuan penyuluh pertanian dalam menangani jeruk juga akan menentukan
keberhasilan pengembangan jeruk di Selayar. Pendidikan jangka pendek berupa pelatihan
/ atau magang merupakan salah satu cara untuk mengatasi ke langkaan
penyuluh/petugas lapang.
Untuk memudahkan
pengawasan dan pembinaan pembibitan jeruk bebas penyakit CVPD, perlu dilakukan
pemilihan penangkar yang dianggap mampu menangani
tugas tersebut. Penangkar yang terpilih
akan memperoleh mata temple dari BPMT dan mendapatkan pembinaan dan pengawasan
yang ketat dari segi sanitasi peralatan perbanyakan tanaman, seperti pisau
okulasi dan gunting pangkas untuk menghindari infeksi ulang penyakit. Penangkar
yang bibitnya terinfeksi penyakit dilarang berproduksi yang didukung oleh
perangkat hukum/peraturan.
Bibit jeruk bermutu
hanya akan dihasilkan oleh penangkar bibit jika tahapan penangkaran dilakukan
dengan tepat dan benar sesuai dengan program sertifikasi bibit yang berlaku
(Roose dan Traugh 1988).
·
Kebun
Plasma Nuftah
Tanaman budidaya,
yang merupakan cadangan genetik alami, dihadapkan pada ancaman kepunahan
(Hondelman 1975). Proses kepunahan
tersebut dalam beberapa dekade terakhir dipercepat dengan adanya tiga fenomena
penting, yaitu:
1) Erosi materi
plasma nutfah itu sendiri;
2) Makin seragamnya sifat genetic dari
tanaman budi daya di satu sisi dan di lain pihak terjadi kehilangan
keanekaragaman plasma nutfah; serta
3) Ketidaktahanan varietas-varietas tanaman
budidaya terhadap serangan hama dan penyakit.
Pembangunan kebun
plasma nuftah jeruk dimaksudkan untuk melestarikan sumber daya keanekaragaman jenis dan genetik jeruk. Kebun dibangun di luar Kabupaten Selayar, misalnya di Balai Penelitian Buah di Solok atau Tlekung untuk mendukung penelitian-penelitian yang
berkaitan dengan tanaman tersebut. Koleksi plasma nutfah jeruk dapat menjadi sumber bahan baku dalam kegiatan pemuliaan. Setiap jenis plasma nutfah ditanam di kebun yang lokasinya berbeda, sehingga bila terjadi gangguan masih ada duplikatnya di tempat lain.
…….DAN JERUK KEPROK DALAM WADAH KOPERASI
Dalam dunia
perdagangan, khususnya perdagangan buah, jeruk keprok yang merupakan hasil
kebun dari tanah Kepualaun Selayar telah merajai beberapa pasar-pasar buah
dunia. Seperti yang dijelaskan di dalam pembahasan di atas bahwa buah jeruk
dari pulau selayar ini sangatlah berbeda dari buah-buah jeruk dari kota-kota
bahkan Negara-negara lain di dunia. Terdapat banyak keunggulan yang ditonjolkan
dari jeruk keprok asli pulau selayar ini, seperti: Dari segi warna dan rasa.
Jeruk Keprok yang telah mulai
mendunia ini, membawa Kepulauan Selayar keluar dari kata ‘keterpurukan dan
keterpencilan’ sebuah pulau kecil di pelosok selatan dari Pulau
Sulawesi-Selatan ini.
Keberhasilan para petani memberikan
warna baru dalam dunia perdagangan dan perekonomian tidak lepas dari campur
tangan pemerintah dan masyarakat maupun oknum-oknum yang terkait dengan hal-hal
tersebut. Pemerintah yang sejak awal selalu mensosialisakan mengenai Koperasi
di beberapa daerah tertentu dinyatakan berhasil.
Upaya pemerintah menyediakan
Koperasi Unit Desa (KUD) di seluruh desa-desa di Indonesia (khususnya), juga
mendatangkan dan memberikan berbagai macam kemudahan bagi para petani. Para
petani merasa terbantu dengan hadirnya pelayanan dari pemerintah ini. Setelah
panen, para petani jeruk keprok tersebut tidak lagi secara langsung menjual
hasil-hasil panen mereka ke pasar ataupun membawa hasil panen mereka langsung
ke kota untuk diperdagangkan. Tetapi mereka hanya mengumpulkan hasil-hasil
panen jeruk-jeruk mereka langsung ke KUD-KUD terdekat yang ada di desa mereka.
Langkah tersebut sangat memudahkan baik para petani maupun para pedagang-pedagang
besar, seperti: supermarket maupun minimarket.
Di zaman yang modern seperti
sekarang ini, telah banyak sekali kemudahan-kemudahan yang diperkenalkan hingga
ke pelosok desa di sebuah daerah. Pengaruh IPTEK dan arus globalisasi dari
bangsa barat, menjadikan negara kita mengalami perubahan secara lamban tetapi
menyeluruh. Begitu juga di dalam dunia perekonomian. Keikutcampuran zaman
modern ini memudahkan akses-akses mereka (para petani) untuk mengaplikasikan
dan memperkenalkan hasil-hasil pertanian terbaik mereka di kancah dunia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar