BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Latar belakang lahirnya
filsafat adalah dorongan keingintahuan manusia akan pengetahuan yang hakikat,
sebab-musabab keberadaan dan bagaimana menciptakan barang-barang yang senilai
yang dilatarbelakangi oleh tujuan-tujuan tertentu bagi perkembangan hidup dan
kehidupannya. Oleh karena itu, keingintahuan manusia itu bersifat dinamis
secara terus-menerus dan konsisten bergerak sampai
keakar-akarnya.
Filsafat, terutama filsafat Barat muncul di Yunani
semenjak kira-kira abad ke-7 SM. Filsafat muncul ketika orang-orang mulai
berpikir-pikir dan berdiskusi akan keadaan alam, dunia, dan lingkungan di
sekitar mereka dan tidak menggantungkan diri kepada agama lagi untuk mencari
jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini. Banyak yang bertanya-tanya mengapa
filsafat muncul di Yunani dan tidak di daerah yang beradab lain kala itu
seperti Babilonia, Yudea (Israel) atau Mesir. Jawabannya sederhana: Di Yunani,
tidak seperti di daerah lain-lainnya tidak ada kasta pendeta sehingga secara
intelektual orang lebih bebas. Orang Yunani pertama yang bisa diberi gelar
filosof ialah Thales dari Mileta, sekarang di pesisir barat Turki. Tetapi
filosof-filosof Yunani yang terbesar tentu saja ialah: Socrates, Plato, dan
Aristoteles. Socrates adalah guru Plato sedangkan Aristoteles adalah murid
Plato. Bahkan ada yang berpendapat bahwa sejarah filsafat tidak lain hanyalah
“komentarkomentar karya Plato belaka”. Hal ini menunjukkan pengaruh Plato yang
sangat besar pada sejarah filsafat.
Setelah filsafat Yunani mengalami kemegahan dan
kejayaanya dengan hasil yang sangat gemilang, yaitu melahirkan peradaban Yunani
merupakan titik tolak peradaban manusia di dunia. Maka giliran selanjutnya
adalah warisan peradaban Yunani jatuh ke tangan kekuasaan Romawi. Kekuasaan
Romawi memperlihatkan kebesaran dan kekuasaanya hingga daratan Eropa
(Britania), tidak ketinggalan pula pemikiran filsafat Yunani juga ikut terbawa.
Di dalam masa pertumbuhan dan perkembangan filsafat
Eropa (kira-kira selama 5 abad) belum memunculkan ahli fikir (filosof), akan
tetapi setelah abad ke-6 masehi, barulah muncul para ahli fikir yang mengadakan
penyeledikan filsafat. Jadi, ilsafat Eropa yang mengawali lahirnya Filsafat Barat
Aban Pertengahan.
Kekuasaan pengaruh antara filsafat Yunani dengan agama Kristen dikatakan seimbang,
karena apabila tidak seimbang pengaruhnya, maka tidak mungkin berintegrasi
membentuk suatu formula baru. Walaupun agama Kristen relatif masih baru keberadaanya,
tetapi pada saat itu muncul anggapan yang sama terhadap filsafat Yunani ataupun
agama Kristen. Anggapan manusia bahwa Tuhan turun ke bumi (dunia) dengan
membawa kabar baik bagi umat manusia. Kabar baik tersebut berupa firman Tuhan
yang dianggap sebagai sumber kebijaksanaan yang sempurna dan sejati.
BAB II
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar
belakang masalah yang dikemukakan di atas, maka terdapat beberapa rumusan
masalah dalam kaitannya dengan komponen Keberadaan serta Penerapan Filsafat Barat
di Negara Indonesia saat ini, yaitu sebagai berikut:
A. Bagaimanakah
kajian filsafat yang sebenarnya?
B. Apa
dan Bagaimanakah Filsafat Barat itu?
C. Bagaimanakah
penerapan budaya Filsafat Barat di Indonesia saat ini?
BAB III
PEMBAHASAN
A.
Kajian Filsafat
Definisi
kata filsafat bisa dikatakan sebagai sebuah problem falsafi pula. Tetapi,
paling tidak bisa dikatakan bahwa “filsafat” adalah studi yang mempelajari
seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis dan mendasar
(radikal).
Kerapkali
ilmu filsafat dipandang sebagai ilmu yang abstrak dan berada di awang-awang
(tidak mendarat) saja, padahal ilmu filsafat itu dekat dan berada dalam
kehidupan kita sehari-hari. Benar, filsafat bersifat tidak konkrit (atau lebih
bisa dikatakan tidak tunggal), karena menggunakan metode berpikir sebagai cara
pergulatannya dengan realitas hidup kita.
Ini
didalami tidak dengan melakukan eksperimen-eksperimen dan percobaan-percobaan,
tetapi dengan mengutarakan problem secara persis, mencari solusi untuk itu,
memberikan argumentasi dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu, serta akhir
dari proses-proses itu dimasukkan ke dalam sebuah proses dialektik. Dialektik
ini secara singkat bisa dikatakan merupakan sebuah bentuk dialog. Untuk studi
falsafi, mutlak diperlukan logika berpikir dan logika bahasa. Banyak
pengertian-pengertian atau definisi-definisi tentang filsafat yang telah
dikemukakan oleh para filsuf. Menurut Merriam-Webster (dalam Soeparmo, 1984),
filsafat merupakan pengetahuan tentang kenyataan-kenyataan yang paling umum dan
kaidah-kaidah realitas serta hakekat manusia dalam segala aspek perilakunya
seperti: logika, etika, estetika dan teori pengetahuan.
Beberapa
filsuf mengajukan beberapa definitif pokok filsafat seperti: Upaya spekulatif
untuk menyajikan suatu pandangan sistematik serta lengkap tentang seluruh
realitas. Upaya untuk melukiskan hakekat realitas akhir dan dasar serta nyata,
Upaya untuk menentukan batas-batas jangkauan pengetahuan: sumbernya,
hakekatnya, keabsahannya, dan nilainya. Penyelidikan kritis dan radikal atas
pengandaian-pengandaian dan pernyataan-pernyataan yang diajukan oleh berbagai
bidang pengetahuan. Sesuatu yang berupaya untuk membantu kita melihat apa yang
kita katakan dan untuk mengatakan apa yang kita lihat.
Kalau menurut
tradisi filsafati yang diambil dari zaman Yunani Kuno, orang yang pertama
memakai istilah philosophia dan philosophos ialah Pytagoras (592-497 S.M). Setelah
dia membaca tulisan Herakleides Pontikos (penganut ajaran Aristoteles) yang
memakai kata sophia. Pytagoras menganggap dirinya “philosophos”
(pencinta kearifan). Baginya kearifan yang sesungguhnya hanyalah dimiliki
semata-mata oleh Tuhan.
Kata
falsafah atau filsafat dalam bahasa Indonesia merupakan kata serapan dari
bahasa Arab فلسة, yang juga diambil dari bahasa Yunani; philosophia (Φιλοσοφία)
Dalam bahasa ini, kata tersebut merupakan kata majemuk dan berasal dari
kata-kata (philia = persahabatan, cinta dsb.) dan (sophia = “kebijaksanaan”).
Sehingga arti harafiahnya adalah seorang “pencinta kebijaksanaan” atau “ilmu”.
Kata filosofi yang dipungut dari bahasa Belanda juga dikenal di Indonesia.
Bentuk terakhir ini lebih mirip dengan aslinya. Dalam bahasa Indonesia
seseorang yang mendalami bidang falsafah disebut “filsuf”.
Dalam
istilah Inggris, philosophy, yang berarti filsafat, juga berasal dari
kata Yunani “philosophia” yang lazim diterjemahkan ke dalam bahasa tersebut
sebagai cinta kearifan. Menurut pengertiannya yang semula dari zaman
Yunani Kuno itu, filsafat berarti cinta kearifan. Namun, cakupan pengertian
sophia yang semula itu ternyata luas sekali. Dahulu sophia tidak hanya berarti
kearifan saja, melainkan meliputi pula kebenaran pertama, pengetahuan luas,
kebajikan intelektual, pertimbangan sehat sampai kepandaian pengrajin dan
bahkan kecerdikkan dalam memutuskan soal-soal praktis (The Liang Gie, 1999).
Filsafat
adalah usaha untuk memahami atau mengerti semesta dalam hal makna (hakikat) dan
nilai-nilainya (esensi) yang tidak cukup dijangkau hanya dengan panca indera
manusia sekalipun.Bidang filsafat sangatlah luas dan mencakup secara
keseluruhan sejauh dapat dijangkau oleh pikiran. Filsafat berusaha untuk
menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang asal mula dan sifat dasar alam semesta
tempat manusia hidup serta apa yang merupakan tujuan hidupnya. Filsafat
menggunakan bahan-bahan dasar deskriptif yang disajikan bidang-bidang studi
khusus dan melampaui deskripsi tersebut dengan menyelidiki atau menanyakan
sifat dasarnya, nila-nilainya dan kemungkinannya.Tujuannya adalah pemahaman dan
kebijaksanaan. Karena itulah filsafat merupakan pendekatan yang menyeluruh
terhadap kehidupan dan dunia. Suatu bidang yang berhubungan erat dengan
bidang-bidang pokok pengalaman manusia.
B.
Filsafat Barat
Filsafat Barat adalah
ilmu yang biasa dipelajari secara akademis di universitas-universitas di Eropa
dan daerah-daerah jajahan mereka. Filsafat ini berkembang dari tradisi falsafi
orang Yunani kuno. Namun pada hakikatnya, tradisi falsafi Yunani sebenarnya
sempat mengalami pemutusan rantai ketika salinan buku filsafat Aristoteles
seperti Isagoge, Categories dan Porphyry telah dimusnahkan oleh pemerintah
Romawi bersamaan dengan eksekusi mati terhadap Boethius, yang dianggap telah
menyebarkan ajaran yang dilarang oleh negara.
Selanjutnya dikatakan
bahwa seandainya kitab-kitab terjemahan Boethius menjadi sumber perkembangan
filsafat dan ilmu pengetahuan di Eropa, maka John Salisbury, seorang guru besar
filsafat di Universitas Paris, tidak akan menyalin kembali buku Organon
karangan Aristoteles dari terjemahan-terjemahan berbahasa Arab, yang telah
dikerjakan oleh filosof Islam pada dinasti Abbasyah.
Tokoh
utama filsafat Barat, diantaranya:
a.
Wittgenstein mempunyai aliran analitik (filsafat analitik) yang dikembangkan
di negara-negara yang berbahasa Inggris, tetapi juga diteruskan di Polandia.
Filsafat analitik menolak setiap bentuk filsafat yang berbau ″metafisik”.
Filsafat analitik menyerupai ilmu-ilmu alam yang empiris, sehingga kriteria
yang berlaku dalam ilmu eksata juga harus dapat diterapkan pada filsafat.
Yang menjadi obyek penelitian filsafat analitik
sebetulnya bukan barang-barang, peristiwa-peristiwa, melainkan pernyataan, aksioma,
prinsip. Filsafat analitik menggali dasar-dasar teori ilmu yang berlaku bagi
setiap ilmu tersendiri. Yang menjadi pokok perhatian filsafat analitik ialah
analisa logika bahasa sehari-hari, maupun dalam mengembangkan sistem bahasa
buatan.
b.
Imanuel Kant mempunyai aliran atau filsafat ″kritik” yang tidak mau
melewati batas kemungkinan pemikiran manusiawi. Rasionalisme dan empirisme
ingin disintesakannya. Untuk itu ia membedakan akal, budi, rasio, dan
pengalaman inderawi. Pengetahuan merupakan hasil kerja sama antara pengalaman indrawi
yang aposteriori dan keaktifan akal, faktor priori. Struktur pengetahuan harus
kita teliti. Kant terkenal karena tiga:
(1)
Kritik atas rasio murni, apa yang saya dapat ketahui. Ding an sich,
hakikat kenyataan yang dapat diketahui. Manusia hanya dapat mengetahui
gejala-gejala yang kemudian oleh akal terus ditampung oleh dua wadah pokok,
yakni ruang dan waktu. Kemudian diperinci lagi misalnya menurut kategori sebab
dan akibat dst. Seluruh pengetahuan kita berkiblat pada Tuhan, jiwa, dan dunia.
(2)
Kritik atas rasio praktis, apa yang harus saya buat. Kelakuan manusia
ditentukan oleh kategori imperatif, keharusan mutlak: kau harus begini dan
begitu. Ini mengandaikan tiga postulat: kebebasan, jiwa yang tak dapat mati,
adanya Tuhan.
(3)
Kritik atas daya pertimbangan. Di sini Kant membicarakan peranan perasaan dan
fantasi, jembatan antara yang umum dan yang khusus.
c.
Rene Descartes, berpendapat bahwa kebenaran terletak pada diri subyek.
Mencari titik pangkal pasti dalam pikiran dan pengetahuan manusia, khusus dalam
ilmu alam. Metode untuk memperoleh kepastian ialah menyangsikan segala sesuatu.
Hanya satu kenyataan tak dapat disangsikan, yakni aku berpikir, jadi aku ada.
Dalam mencari proses kebenaran hendaknya kita pergunakan ide-ide yang jelas dan
tajam. Setiap orang, sejak ia dilahirkan, dilengkapi dengan ide-ide tertentu,
khusus mengenai adanya Tuhan dan dalil-dalil matematika. Pandangannya tentang
alam bersifat mekanistik dan kuantitatif. Kenyataan dibaginya menjadi dua
yaitu: “res extensa dan res copgitans”.
Filsafat
Barat adalah ilmu yang biasa dipelajari secara akademis di
universitas-universitas di Eropa dan daerah-daerah jajahan mereka. Filsafat ini
berkembang dari tradisi falsafi orang Yunani kuno. Menurut Takwin (2001) dalam
pemikiran barat konvensional pemikiran yang sistematis, radikal, dan kritis
seringkali merujuk 6 pengertian yang ketat dan harus mengandung kebenaran
logis. Misalnya aliran empirisme, positivisme, dan filsafat analitik memberikan
criteria bahwa pemikiran dianggap filosofis jika mengadung kebenaran
korespondensi dan koherensi. Korespondensi yakni sebuah pengetahuan
dinilai benar jika pernyataan itu sesuai dengan kenyataan empiris. Contoh jika
pernyataan ”Saat ini hujan turun”, adalah benar jika indra kita menangkap hujan
turun, jika kenyataannya tidak maka pernyataannya dianggap salah. Koherensi
berarti sebuah pernyataan dinilai benar jika pernyataan itu mengandung
koherensi logis (dapat diuji dengan logika barat).
Dalam
filsafat barat secara sistematis terbagi menjadi tiga bagian besar yakni:
a.
Bagian filsafat yang mengkaji tentang
ada (being),
b.
Bidang filsafat yang mengkaji pengetahuan (epistimologi dalam arti luas),
c.
Bidang filsafat yang mengkaji nilai-nilai menentukan apa yang seharusnya
dilakukan manusia (aksiologi).
Pada umumnya,
filsuf-filsuf Barat dibagi ke dalam beberapa cabang pokok. Pembagian
itu di dasarkan pada jenis pertanyaan yang diajukan oleh orang-orang yang
bekerja di lapangan. Cabang yang paling banyak berpengaruh pada masa
dunia kuno adalah Stoic, yaitu menahan hawa nafsu. Stoic dibagi ke
dalam beberapa bagian filsafat, seperti Logika, Etika, Ilmu pengetahuan, dan
Fisika. Fisika merupakan konsep study tentang gejala-gejela alam di
dalam dunia ini, dan termasuk ilmu pengetahuan alam dan metafisika. Filsafat
kontemporal secara umum dapat dibagi ke dalam metafisika, epistimologi, etika,
axiology, dan estetis. Logika terkadang juga dijadikan sebagai
bagian di dalam filsafat, terkadang juga hanya sebagai metode yang digunakan
untuk seluruh cabang-canbang filsafat.
Sub disiplin
filsafat terdapat di dalam cabang-cabang yang luas tersebut. Pada
level yang terluas, terdapat filsafat Analitik dan filsafat Kontinental. Filsafat
Analitik lebih sederhana dibandingkan denga filsafat Kontinental. Sub disiplin
ini terkadang menjadi topik yang hangat dan dapat menempati temapat yang banyak
dalam tulisan-tulisan. Hal ini disebabkan oleh orang-orang yang
beranggapan bahwa sub disiplin ini sebagai cabang-cabang utama.
C.
Penerapan
Filsafat Barat di Negara Indonesia
Dalam
tradisi filsafat Barat di Negara Indonesia sendiri yang notabene-nya adalah bekas
jajahan bangsa Eropa-Belanda (negara-negara Barat), dikenal adanya pembidangan
dalam filsafat yang menyangkut tema tertentu. Tema-tema tersebut adalah:
Ontologi, Epistemologi, serta Aksiologi.
Tema
pertama adalah ontologi. Ontologi membahas tentang masalah “Keberadaan”
sesuatu yang dapat dilihat dan dibedakan secara empiris ( Kasat Mata ), Misalnya:
Mengenai keberadaan alam semesta, makhluk hidup, atau tata surya.
Tema
kedua adalah epistemologi. Epistemologi adalah tema yang mengkaji
tentang pengetahuan (episteme secara harafiah berarti “pengetahuan”).
Epistemologi membahas berbagai hal tentang pengetahuan seperti batas, sumber,
serta kebenaran suatu pengetahuan.
Tema
ketiga adalah aksiolgi. Aksiologi yaitu tema yang membahas tentang
masalah nilai atau norma sosial yang berlaku pada kehidupan manusia. Nilai
sosial .
Dalam tradisi
filsafat Barat, dikenal adanya pembidangan dalam filsafat yang menyangkut tema
tertentu.
v Metafisika
mengkaji hakikat segala yang ada. Dalam bidang ini, hakikat yang ada dan
keberadaan (eksistensi) secara umum dikaji secara khusus dalam Ontologi.
Adapun hakikat manusia dan alam semesta dibahas dalam Kosmologi.
v Epistemologi
mengkaji tentang hakikat dan wilayah pengetahuan (episteme secara
harafiah berarti “pengetahuan”). Epistemologi membahas berbagai hal tentang
pengetahuan seperti batas, sumber, serta kebenaran suatu pengetahuan.
v Aksiologi
membahas masalah nilai atau norma yang berlaku pada kehidupan manusia. Dari
aksiologi lahirlah dua cabang filsafat yang membahas aspek kualitas hidup
manusia: etika
dan estetika.
v Etika,
atau filsafat moral, membahas tentang bagaimana seharusnya manusia bertindak
dan mempertanyakan bagaimana kebenaran dari dasar tindakan itu dapat diketahui.
Beberapa topik yang dibahas di sini adalah soal kebaikan, kebenaran, tanggung
jawab, suara hati, dan sebagainya.
v Estetika
membahas mengenai keindahan dan implikasinya pada kehidupan. Dari estetika
lahirlah berbagai macam teori mengenai kesenian atau aspek seni
dari berbagai macam hasil budaya.
Walaupun ajaran Filsafat Barat, erat hubungannya dengan
agama Non-Muslim (Kristen), serta sering dikait-kaitkan dengan besarnya
pengaruh yang ditimbulkan pada zamannya, akan tetapi dalam kenyataanya sekarang
Negara Indonesia masih bisa meminamalisir keadaan tersebut, keadaan dimana
negara Indonesia, menurut penelitian dari para ahli di bidangnnya menyatakan
bahwa, Indonesia justru berada dalam kategori 5 besar negara dengan penduduk
Mayoritas ber-agama Islam, tidak seperti apa yang diajarkan oleh para
filsuf-filsuf pada Abad Pertengahan (Filsafat Barat), dimana ajaran mereka
menyatakan dengan tegas bahwa, setiap perkataan, setiap perintah, bahwa setiap
peraturannya yang di keluarkan olah seorang pendeta gereja adalah benarnya
adanya, masyarakat di zamannya seperti berada dalam ‘abad gelap’ abad dimana mereka diibaratkan seperti sebuah robot
yang harus mengikuti dan menjalankan perintah dari pemiliknya ‘Para Pendeta
Gereja’. Dari segi persentase, Indonesia hanya miliki kurang dari 50%
penduduknya yang beragama Non-Muslim ‘Kristen’.
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari pembahasan
mengenai Filsafat Barat, serta penerapannya di Negara Indonesia, maka dapat
ditarik beberapa kesimpulan akhir menyenai permasalahan tersebut, diantara
adalah:
(1) Filsafat Barat adalah ilmu yang biasa dipelajari
secara akademis di universitas-universitas di Eropa dan daerah-daerah jajahan
mereka. Filsafat ini berkembang dari tradisi falsafi orang Yunani kuno. Namun
pada hakikatnya, tradisi falsafi Yunani sebenarnya sempat mengalami pemutusan
rantai ketika salinan buku filsafat Aristoteles seperti Isagoge, Categories dan
Porphyry telah dimusnahkan oleh pemerintah Romawi bersamaan dengan eksekusi
mati terhadap Boethius, yang dianggap telah menyebarkan ajaran yang dilarang
oleh Negara.
(2) Dalam tradisi filsafat Barat di Negara Indonesia sendiri
yang notabenenya adalah bekas jajahan bangsa Eropa-Belanda, dikenal adanya
pembidangan dalam filsafat yang menyangkut tema tertentu, seperti: Ontologi,
Epistemologi, dan Aksiologi.
(3) Penerapan Filsafat Barat di Negara Indonesia belum
mendapatkan pengaruh yang cukup berarti, dalam bidang KEAGAMAAN saja, Indonesia
memiliki penduduk bermayoritas Islam, bukan Kristen ataupun agama lainnya.
B.
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Rifdan.
2012. Filsafat Ilmu. Makassar: Universitas Negeri Makassar.
Yanto
. Subari, dkk. 2011. FILSAFAT ILMU Pengantar Mata Kuliah Umum di Perguruan
Tinggi. Makassar: Anugrah Mandiri.